Senin, Juli 07, 2014

Etos 6 Jansen Sinamo//“Seni/Art” Keguruan,






berbicara mengenai seni tentu ada karya visual dalam keguruan tersebut, bab ini memberikan sebuah pandangan kepada para semua orang khususnya guru untuk mengajar dengan cerdas yang kreatif, kreatifitas merupakan wujud nyata dari kecerdasan[1]

Maka guru tidak hanya dituntut untuk cerdas, tapi juga kreatif dalam segala hal, menjadi kreatif membuat guru dapat berexplorasi lebih jauh dalam menyajikan materi, kekreatifan guru juga dapat menggugah  keinginan murid untuk belajar, misalnya melalui media dan metode belajar (sosio drama, praktikum, studi lapangan, studi kasus, kunjungan ilmiah, dll)[2], dalam konteks ini saya ambil contoh seperti mata pelajaran matematika, yang menjadi momok yang menakutkan bagi para siswa dapat menjadi subjek yang paling digemari oleh siswa oleh karena hasil kreatifitas guru, kreatif tidak harus selalu mahal dan canggih hal ini dibuktikan oleh tokoh guru yang “menggubah partisipatif matematika secara gasing dan membumi”, hal ini dapat terjadi karena  mereka memiliki sumber gairah utuk mengajar,  yaitu kebahagiaan ketika murid yang diajar berhasil, guru merupakan status sosial yang terhormat, memiliki struktur yang terpola melalui kreatifitas artistik dan estetik, dan keberhasilan yang terulang membuat guru bahagia dan termotivasi untuk memberi lebih banyak lagi bagi profesinya dan anak-anak didiknya, dalam hal ini guru merupakan “mitra Sang Pencipta atas pekerjaanya memanusiakan manusia”.  

Kecintaan terhadap Nusantara ini membuat kreatifitas akan mencuat kepermukaan, cinta ini harus terus diperdalam, dan sebagai guru Ibu Soed telah memberi contoh kepada kita untuk memberikan karya dan hidup kita bagi bangsa ini, melalui profesi keguruan, kita dapat memberikan karya yang bermutu dan tak usang bagi kehidupan dimasa mendatang, yaitu dengan mendidik setiap generasi yang menjadi harapan dengan penuh cinta kasih dan seluruh kreatifitas kita.

Namun sukacita yang melimpah sebagai guru tidak lagi  membuat beberapa orang menikmati profesi mereka, hal ini karena mereka menganggap profesi guru sebagai beban[3]  tidak mampu melihat sisi baik dari situasi yang buruk, karena keindahan mengajar memang tak kasat mata yang nyata secara gamblang, dan paradigma yang salah mengenai profesi keguruan. Lalu bagaimana mengobarkan semangat mengajar dan tidak tenggelam dalam paradigma yang salah tersebut? Jawabannya adalah Antusiasme yaitu dengan memaknai keguruan secara mendalam untuk mendapat sukacita, kekuatan mental dan tenaga spiritual.

Jika sebagai guru kita menganggap profesi keguruan sebagai seni maka kita adalah senimannya dan anak murid kita adalah materi yang harus kita bentuk, dengan demikian tidak akan ada beban selain keinginan kita untuk bekerja lebih agar mendapatkan hasil karya yang terbaik yaitu ketika anak didik kita berhasil menjadi manusia seutuhnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Leonardo Davinci melalui hasil karya seni yang menggugah decak kagum setiap insan yang melihatnya, dia memiliki minat, vitalitas yang tinggi terhadap pekerjaanya dan menikmati pekerjaannya sebagai seniman, sama halnya sebagai yang guru harus bersinergi dengan para didik melalui minat mereka, memahami mereka dan membantunya mengembangkan bakatnya membuat kita menikmati setiap proses perkembannya. Dalam proses ini akan terlihat karya seni seorang guru.

Melakukan hal yang digemari, jika dilakukan dengan konsisten maka akan membuahkan, baik itu hal positif atau negatif, maka disinilah peran guru mengarahkan para murid, bakat dan kegemaran tidak mesti terhadap materi yang  mahal, hal ini dibuktikan oleh “menteri internet” kita, bapak Onno W. Purba, yang menghabiskan waktunya untuk trial n error rakit-merakit dan praktek dengan barang bekas, hal itu meberinya pengetahuan lebih dari teman-temannya dan membuahkan hasil yang tidak murah pada akhirnya, kisah yang penuh dengan kecerdasan, kreativitas dan seni yang menggugah semangat.

Sebenarnya setiap orang adalah cerdas, kecerdasan sebagai kemampuan akal budi sebagai kecerdasan mendasar, kecerdasan sebagai kemampuan aktif, yaitu melakukan hal secara terstruktur tersistem dan terbingkai dan kecerdasan sebagai tingkat lanjut yaitu kemampuan perasaan–kemauan kita yaitu sebagai navigator, kreatifitas adalah kefasihan memproduksi gagasan dan konsep, kreatif ini juga ada tingkatannya, yaitu fluency, mix of ideas, elaboreteness, novelty. Korelasinya adalah semakin cerdas seseorang semakin kreatif pula dia dalam berbagai hal,  dan seni sendiri merupakan produk kreatifitas, sehingga mengajar dengan etos seni berarti bekerja dengan mengexpresikan jiwa kreatif-artistik kita sebagai wujud kecerdasan, dengan demikian maka kita sesungguhnya sedang mencintai Allah dan semua ciptaanNya.

Bab ini sangat penting dibaca oleh setiap orang, karena setiap orang adalah guru dan sumber  belajar bagi orang lain, tetapi terkhusus bagi guru dan para calon guru, bab 6 ini akan mengajarkan kita untuk mencintai profesi keguruan, karen sebagai guru dan calon guru tidak cukup hanya sekedar mengajar para murid sebagai rutunitas, dan melakukannya dengan hambar, guru sebagai role model penting untuk memahami kreatifitas dalam bab ini, dengan membaca dan memahami bab ini maka setiap guru tidak akan kehilangan gairah mengajarnya dan akan melihat profesi keguruan sebagai keindahan hidup dan bukan sebagai beban, karena menjadi guru merupakan menjadi orang yang sangat terhormat karena menjadi pahlawan dari para pahlawan.

Bab ini jika diterapkan dalam pengajaran Pendidikan agama Kristen, maka sudah barang tentu hasilnya akan sangat beragam, karena sebagai guru, terlebih dahulu kita harus hidup baru agar kita dapat melihat ke dalam diri[4] kita untuk menemukan cara yang tepat untuk menjadi kreatif dan berseni dalam pengajaran Pendidikan Agama Kristen. Sesungguhnya kreatifitas ini telah sejak dulu digunakan oleh para guru tidak terkecuali dalam Pendidikan Agama Kristen, bab ini justru sangat membantu para Guru Sekolah Minggu dalam mendidik anak sesuai Pendidikan Agama Kristen, karena “Syarat yang terpenting bagi seorang guru ialah kepribadiannya sendiri. Sebuah teladan lebih berharga daripada seratus kata nasehat. Perbuatan seseorang lebih berpengaruh daripada perkataannya”[5]

Jadi saya menyimpulkan bahwa “apapun yang kita perbuat hendaklah kita perbuat dengan kasih dan sukacita”, karena yang tugas kita sebagai guru sangatlah mulia dan haruslah kita ajarkan kepada setiap generasi. Karena  tugas kita untuk mengajar dan menjadikan seluruh bangsa menjadi murid-Nya.(disadur untuk Pendidikan Kristen, bisa disesuaikan dengan Pendidikan lainnya).


[1] 8 Etos Keguruan, Jansen Sinamo, Bab 6 hal 152-181s
[2] Berita Citi Success Fund: Situs Guru, Guru Penerima Dana CSF 2009.
[3] http://edyutomo.com/pendidikan/profesionalisme-guru- Faktor Rendahnya Profesionalisme Guru
[4]  Sebuah Cara Baru untuk Hidup karya Joyce Meyer hal 23, 49
[5] J.M. Prince, Yesus Guru Agung  (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, t.t.p) hal 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pikirkan terlebih dahulu sebelum berkomentar, be positif..